Get Gifs at CodemySpace.com

Selasa, 22 Mei 2012

Mimpiku dan doa restu


Pagi yang cerah menyinari kota Surabaya yang megah, kota terbesar kedua di Indonesia setelah kota Jakarta, tak di sangka satu dari mimpi muliaku terkabul walau dengan perjuangan yang menguras otak dan mengerahkan tenaga pikiranku.
Namaku Farhan Sinaga. Aku biasa dipanggil Naga oleh teman-temanku. Ibu ku memanggil ku dengan nama yang manis, yaitu Farhan. Jika ibu sedang marah, ibu menjulukiku Singa. Aku asli orang Medan, tapi entahlah jika suatu saat aku telah lama hidup di Surabaya aku pun menjadi orang Jawa.
Teringat kenangan saat aku masih hidup di pesantren dulu.
Suatu hari di kamarku.
“ Ya akhi Naga, khaifa haluk?” Tanya temanku.
“ Alhamdulillah sehat.” Jawabku.
Temanku yang satu ini bernama Yusuf Sitorus. Ia sering dipandang gila oleh teman-teman yang lain. Ia amat menyukai bahasa Arab dan menjadikan kehidupannya penuh dengan kosa kata Arab, bahkan di depan lemarinya banyak tertulis berbagai kosa kata Arab yang setiap harinya selalu di gantinya. Teman-temanku menjulukinya “ Si Muka Tembok”, karena nama dan mukanya jauh beda dengan pandangan mereka tentang Nabi Yusuf amat tampan. Temanku ini nama dan sifatnya amat sama, sama-sama baik. Inilah hal yang paling indah dalam hidup, nama dapat mempengaruhi jiwa dan perilaku.

 “ Mau ke mana anta nih Suf ?” Tanyaku melihat Yusuf berpakaian rapi.
“ Nih lagi mau ke perpustakaan Akhi, mau barengan tidak ?” Ajak Yusuf.
“ Ayuk berangkat.......” Aku berseru semangat.
Tengah langkah kami menuju perpustakaan kami saling tanya jawab dan tukar pikiran,lalu saling bertanya cita-cita kami, yang sekarang hanya masih berbentuk sebuah mimpi dalam kehidupan ini.
“ Yusuf, kamu sudah minta doa restu pada ayah dan bunda anta ya Akhi ?” Tanyaku.
“ Alhamdulillah sudah. Baru saja ana minta doa dan dukungan beliau agar ana bisa melewati ujian gelombang ke II ini Akhi. Kalau anta sudah minta doa restunya juga Akhi?” Yusuf bertanya balik.
“ Khalas akhi, kemarin ana minta doa restu mereka agar ana bisa melewati ujian dengan lancar. Oh ya bagaimana info jalur beasiswa ke Jordan Akhi? Apa sudah ada info pendaftarannya nih?”
“ Ya Alhamdulillah sudah nih, besok ana mau daftar Akhi, anta tidak mau barengan nih sama kita? Belajar bersama di sana Akhi, teman-teman juga banyak yang daftar di sana.
“ Ya Ana sebenarnya mau, tapi pendaftarannya belum tutup sapai ujian selesai ? Ana mau fokus sama ujian dulu Akhi, ana kan juga mengambil jalur beasiswa pemerintah ke Surabaya Akhi, ya ba’din  ana pertimbangkan lagi.” Jawabku
“ Ahsanta ya Akhi, ana juga mau fokus ujian dulu kalau gagal ujiannya mana bisa lanjut ke jenjang kuliah, ngomong-ngomong nih kita sudah di depan perpus, buku apa yang mau anta pinjam nih Akhi?”
“ Ana mau  lihat-lihat aja dulu nanti kalau ada yang menjurus dengan hukum, Ana mau pinjam Akhi, sudah dulu ya nanti kita jumpa di ruang baca. Assalamualaikum ya Akhi.”
“ Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.” Jawab Yusuf sambil tersenyum.
Dulu saat di pesantren aku menuliskan mimpi-mimpiku dalam sebuah kertas agenda yang ke mana-mana aku selalu bawa agar aku tidak lupa dengan mimpi ku ini, semuanya aku persembahkan untuk menggoreskan senyum indah di wajah ayah dan ibuku, walau seberat apapun jalan dan rintangan yang ada di depanku bila mereka sudah memberikan doa restunya kepadaku rasanya bebanku sudah hilang hanya sebuah balasan yang indah yang persembahkan untuk mereka, yaitu melihat anaknya sukses setelah tamat pesantren yang tercinta ini.
Sudah beberapa menit aku mencari akhirnya ketemu juga buku ini. Perpustakaan pesantrenku termasuk perpustakaan yang kecil tapi cukup untuk memuat buku-buku dari buku klasik sampai sekarang ini, dan ini hanya untuk  para santri putra, sedangkan untuk santri putri perpustakaannya sudah di perluas dan semakin diperbanyak lagi buku-bukunya.
Pesantrenku bernama Ar-Raudhatul hasanah kalau diartikan adalah taman bahagia. Dan tentunya nama berpengaruh untuk menjadi doa.
Suatu hari Menteri Pendidikan pernah di undang datang ke pesantren dan setelah melakukan pengecekan dalam setiap buku di perpustakaan pesantren, dan perpustakaan pesantrenku dapat peringkat no 1 di kota Medan. Walau kami anak pondok pesantren tapi pemikiran dan pelajaran kami banyak yang terdiri dari pelajaran sains. Kami juga tidak ketinggalan informasi seperti yang di benak para masyarakat yang menyatakan bahwa anak pesantren hanya bisa baca kitab kuning dan ngaji saja.
“ Assalamualaikum ustad, ana mau pinjam kitab ini?” Kataku. Penjaga perpustakaan di pesantrenku setiap harinya adalah ustad Khairum Min Alfi Syahri, bila di artinya lebih baik dari seribu bulan.
“ Ya Akhi, limaza taqra’ haza kitab ? Ujian kan sudah dekat kok kamu malah baca buku Elektro magnetik sedangkan ujian di gelombang kedua ini tentang pondok dan yang umum sudah di lalui di gelombang pertama.” Tanya ustad Khairum.
“ Na’am Ustad, ana mau mempersiapkan untuk masuk ke jenjang yang lebih tinggi lagi setelah tamat dari pesantren ustad.” Kataku.
“ Alhamdulillah barakaallah ya akhi, semoga sukses ya ana doakan akhi, ini peminjamannya hanya satu Minggu jangan telat mengembalikannya.” Tegas Ustad Khairum.
“ Syukran ya ustad.” Jawabku.
“ Afwan ya Akhi.”
Beginilah ke seharian di pesantrenku, semua santri selalu membawa buku ke mana dan di mana mereka berada, persaingan nilai dan kegigihan, haus akan ilmu amat besar sehingga setiap santri berlomba-lomba dalam belajar.
Aku dan teman-temanku yang kini sudah duduk di kelas 3 aliyah akan terbang dalam dua bulan lagi dari pesantren yang tercinta ini, menuju tempat di mana para penuntut ilmu berkumpul dalam mencari rida dan derajat yang mulia di sisi sang maha kuasa, akan tetapi sebelum itu aku harus melalui rintang terakhir di pondokku ini ujian gelombang kedua yang mana di sini semua pelajaran pondok di ulang kembali dari kelas satu Tsanawiyah hingga tiga Aliah. Walau sedikit pusing tapi kalau bersungguh-sungguh pasti bisa, seperti kata mutiara yang pertama aku terima di pondok ini adalah “ barang siapa yang bersungguh-sungguh maka mendapatlah”.
Minggu tenang telah tiba dan semua santri kelas 3 aliyah semakin ramai belajar, ada yang belajar bareng ada juga yang sendiri, malam-malam di pesantren yang bisanya tenang menjadi siang dengan banyaknya santri yang Syahirullail dengan di temani beberapa camilan ringan.
“ Assalammu’alaikum ya akhi Naga, kaifa halukka ya akhi?” Tanya temanku Abduh lubis.
“Alhamdulillah khair ya akhi, wa anta?”
“ Ana fi halika ya akhi, malam ni anta belajar mantiq ya?” Tanyanya lagi.
“ Iya, tapi ana mau selesaikan dulu buku ini, karena besok sudah harus di kembalikan ke perpustakaan akhi.” Kataku.
“ Sha ya akhi, ya lanjutkan saja, ana tunggu anta di kelas ya. Ma’assalamak ya akhi.
“ Na’am tafadhal ya akhi.”
Beginilah setiap malamnya kami setelah menunaikan salat isya berangkat barengan ke kelas guna belajar bersama. Dan para ustad juga mengontrol jalannya belajar malam hingga jam 21.30 WIB baru kami bisa mengobrol dan membeli makanan ringan di kantin.
Ujian gelombang kedua berjalan sesuai dengan keinginan dan Alhamdulillah lancar, dan satu pun dari kami tidak ada yang mau menyontek karena para santri tau kalau menyontek itu pembodohan diri sendiri dan bangga dengan kebodohannya. Hanya tinggal satu lagi, yaitu ujian nasional guna masuk Universitas yang  didambakan. Aku harus mendapat beasiswa karena ayah dan ibuku sudah tua aku tak sanggup melihat mereka memberikan uangnya kepadaku untuk melanjutkan pendidikanku ini.
Pada hari Minggu tanggal 13 Juni 2011 akan di adakan ujian tersebut sehingga aku mendapat dua peluang, yang pertama ujian beasiswa ke Jordan dan yang kedua beasiswa ke Surabaya.
Saat itu ibuku datang ke pesantren mengunjungiku, ketika itu hari Jumat hari libur untuk kegiatan belajar dan mengajar di pesantren.
Tak berapa lama pengumuman dari pusat mengumumkan ada tamu yang ingin mengunjungiku, setelah aku lihat ternyata ibuku sudah menunggu di pondok.  Aku pun berlari dan mencium tangan ibuku, tak aku sangka ibuku membawakan masakan kesukaanku yaitu, ayam goreng.
“ Sehat kamu nak?” Tanya ibuku.
“ Alhamdulillah sehat bu.” Jawabku.
“ Ayo makan, nih ibu bawakan makanan kesukaan Farhan.”
“ Ya, bu.” Aku pun langsung mengambil satu ayam langsung menyantapnya dengan sambal yang pedasnya mantap.
Seusai makan aku pun bercerita tentang ujian beasiswa ke Jordan dan ke Surabaya kemudian meminta pendapat.
“ Nak, janganlah menggebu-gebu dalam mencari jalan dalam hidup ini, bila kamu terlalu tergesa-gesa tanpa melihat apa bekal yang kamu bawa maka kamu akan jatuh dan tak dapat berjalan melalui rintangan anakku. Pilihlah salah satu dan menurut ibu kalau ke Surabaya itu sudah Farhan persiapkan maka pilihlah itu, sedangkan ke Jordan belum Farhan persiapkan nak.” Nasihat ibuku    
“ Ya bu, Farhan akan pilih beasiswa yang ke Surabaya saja bu, doakan ya bu Minggu depan Farhan akan ikut ujiannya bu semoga lancar bu.” kataku dengan singkat.
“ Ya, nak.” Jawab ibuku dengan senyuman indahnya. Senyuman inilah yang menerangi kehidupanku, tak ada yang paling indah dalam kehidupan seorang anak selain melihat ibunya senyum bahagia kepada anaknya.
“ Nak ini sudah sore ibu harus pulang ya takut nanti kemalaman sampai di rumah. Kasihan ayah capek kerja ya nak. Ingat, jangan bandel, jangan malas - malas menuntut ilmu dan selalu berdoa untuk ayah dan ibu selalu di berikan rahmat dari sang kuasa nak.” Kata ibuku.
‘ Ya, bu.” Aku pun mencium tangan ibuku. Ku peluk tubuhnya subhanallah betapa anggunnya hati seorang ibu yang memberikan kasih sayangnya sepenuh jiwa kepada anaknya.
Hari perperangan sudah tiba aku pun mengerjakan soal dengan hati-hati, jangan sampai basah, apa lagi rusak, bisa-bisa tidak di terima lembaran jawabannya.
Sudah 3 hari berlalu dari perangku, sekarang perang untuk teman-temanku yang ingin mendapatkan beasiswa ke Jordan.
“ Naga Anta tidak ikutan ujian? masih banyak yang mau daftar lho, ikutan ayo!” Seru temanku Habib Husnan.
Sedikit demi sedikit aku tertarik ikut tetapi aku harus minta izin kepada ibu dan ayahku dulu, aku pun pergi ke wartel untuk menelepon mudah-mudahan di beri izin untuk mengikuti ujian ke Jordan.
“ Assalamu’alaikum Bu, ini Farhan bu.” Sapaku.
“ Ya, nak ada apa ?” Jawab Ibuku.
“ Ini bu ujian ke Jordan 4 hari lagi bu, bagai mana kalau Farhan juga ikutan ikut ujian itu bu, pengumuman ke Surabaya juga belum jelas bu?” Desakku kemudian.
“ Nak, sudahkah ada senjatamu untuk melalui perang tersebut, atau hanya ikut-ikutan, kalau kamu berperang hanya memiliki persiapan yang kurang atau kamu hanya ikut-ikutan berperang kamu bisa jatuh di jalan anakku, tapi kalau kamu sudah memilikinya tak apa salahnya ikutan nak.” Jawab ibuku.
“ Ya bu nanti Farhan pertimbangkan bu, sudah dulu ya bu, Farhan mau berangkat ke mesjid bu, Assalamu’alikum, bu.”
“ Wa’alikum salam, nak”
Aku hanya bisa terdiam dan mengoreksi diri, apakah aku sudah memiliki senjata atau karena nafsuku saja? ibuku kini sudah memberi restu untuk mengikuti  tapi kenapa kata-katanya begitu sakit di hati ini, ataukah ibuku ragu dengan kemampuan anaknya ini? Hati ini kacau sekali, sedangkan pendaftaran ujian ke Jordan setelah asar ini di tutup. Astaghfirullah, ya Allah tenangkanlah hati hambamu ini.
Seusai salat magrib kini aku putuskan kalau aku tidak mengikuti ujian ke Jordan walau apapun risikonya, kalaupun aku tahun ini tidak kuliah hanya menjadi guru di pondok ini aku yakin ada hikmahnya.
“ Di umumkan kepada nama-nama yang tertera di bawah ini agar berkumpul di kantor Aliah sekarang juga Indah mustika, Khairatul Jannah, Farhan Sinaga dan M. Iqbal Siregar.” Terdengar suara dari bagian pengumuman pesantren.
Kami berkumpul dan ternyata kumpul ini untuk memberi tahu siapa  yang lulus dalam ujian beasiswa ke Universitas yang ada di Surabaya, hatiku gemetar tak sanggup mendengarkannya rasa takut tidak lulus menghantui pikiranku, kegelisahanku semakin bertambah karena dua temanku Indah dan Ira di beri tahu tidak lulus sedangkan Iqbal masih belum di tangguhkan pengumumannya. 
“ Ya,  sekarang Farhan Sinaga, kamu dinyatakan lulus!” kata ustad Ilyas.
Subahanallah, betapa terkejutnya aku, kegembiraan dengan rezeki yang amat besar mengalir dari kuasa Ilahi, aku hampir tidak percaya sehingga aku meminta kertas pengumuman dari pemerintah kepada ustad Ilyas untuk aku lihat sendiri, subhanallah betapa besarnya karunia Ilahi.
Aku sujud syukur. Betapa besarnya kekuatan doa dan restu orang tua dalam kehidupan ini, dan semua yang aku peroleh hingga sekarang dari Ilahi rabbi karena ia juga rida terhadap pilihanku.
                              

Terpaan angin kencang menggoyangkan mawar mekar
Batu jalanan menghadang tujuan
Hanya keyakinan menjadi pegangan
Ilahi rabbi jadi teman kehidupan
Senyum indah terus mewarnai kehidupan
Tepakan kaki ini akan terus berjalan
Terima kasihku kepada orang tuaku
Rida mu menuntun jalan hidupku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

semua yang ada di blog ini hanya sebuah ungkapan dari apa yang terjadi di dunia sekarang ini